Problematika Dakwah di Era Modern

(Oleh: A. Faiz Yunus, SH)

Kata Pengantar 
Islam merupakan agama Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia, demi tercapainya keharmonisan hubungan antara manusia dan Tuhannya juga hubungan manusia dengan sesamanya. 

Nabi Muhammad SAW tidak hanya diutus kepada umat tertentu saja, melainkan terhadap seluruh umat di muka bumi. Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya surat Saba’ ayat 28 yang berbunyi:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ.(سباء: ٢٨)
Artinya: “Dan kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan kepada seluruh ummat manusia sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Qs. Saba’: 28).
Ayat di atas sangat jelas, bahwasanya pengutusan Nabi Muhammad SAW, tidak terbatas terhadap umat tertentu, melainkan terhadap seluruh umat meliputi jin dan manusia bahkan alam semesta.  Allah SWT menganjurkan manusia untuk berbuat baik terhadapNya dan terhadap sesama manusia tanpa pandang bulu.
Dakwah merupakan suatu hal yang penting dalam pergerakan islam di dunia. Setiap muslim wajib untuk berdakwah, menyeru kepada kebajikan dan mencegah kepada kemunkaran. Sebagaimana firman Allah SWT : “Dan hendaklah diantara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan,menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imron:104) Menurut Hamka (1982), dakwah bukan hanya dilakukan dengan ucapan, tetapi dapat dilakukan dengan, perbuatan, tingkah laku, ramah-tamah, dan kasih sayang. Dakwah dapat dilakukan di mana saja, seperti di masjid, rumah, lingkungan masyarakat, kampus, dan lain-lain.
Perkembangan tekhnologi dari waktu ke waktu semakin pesat. Dari hal yang sebelumnya tidak pernah terfikirkan hingga pada saat sesuatu yang mustahil dipikirkan kembali.
Kemajuan teknologi dari masa ke masa tidak dapat di tampik begitu saja, baik dari kalangan awam maupun atas. Yang mempengaruhi berbagai aspek sosial, agama serta pola pikir masyarakat. Hal ini dapat kita lihat dari sisi perkembangan suatu etnis atau agama, Islam misalanya. Dunia islam adalah pusat peradaban tertinggi sejak zamannya (pada masa islam itu lahir) hingga saat ini. Oleh karena, sebagai umat Islam tidaklah pantas untuk tidak mengikuti perkembangan teknologi sebagai wadah atau alat dakwah yang menjadi senjata utama umat Islam.
Zaman dahulu para da’i dan mubaligh dengan memanfaatakan tekhologi yang ada pada zamannya mengembangkan Islam melalui dakwah yang dilakukan dengan mediasi peradaban yang ada pada saat itu hingga Islam mengalami perkembangan dan jumlah penganut yang begitu signifikan.
 Salah satu mediator yang dipakai pada saat itu ialah melalui kebiasaan adat yang melekat dan berkembang dalam komutinas atau daerah tersebut. Indonesia dapat menjadikan contoh yang tidak terlalu jauh dalam perkembangan Islam.
Berdasarkan fakta dilapangan saya sebagai Tim Penyusun Peta Dakwah yang berbasis GIS yang diprakarsai oleh Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indnesia (MUI) Pusat, yang bertujuan untuk memudahkan para da’i dan muballigh untuk terjun kemasyarakat yang majemuk khususnya di Indonesia. Saya menemukan beberapa gejolak sosial yang bisa dikatakan “sudah sangat akut”, bahwasanya keadaan umat yang ada di pelosok-pelosok yang belum terjamah oleh media menjadi target utama dalam penyesatan pemahaman akidah mereka. Dari hasil wawancara yang saya lakukan dengan beberapa penyuluh yang ada di setiap KUA tingkat kecamatan se DKI Jakarta menemukan fakta yang tidak sebenarnya sudah tidak asing lagi dari kegaduhan paham yang sangat meresakhan masyarakat saat ini diantaranya, ialah masyarakat awam mempunyai keinginan untuk sedikit lebih makmur dari sisi ekonomi dan merasa aman pada sisi sosialnya. Disinilah kelompok-kelompok nakal tersebut memanfaatkan kondisi masyarakat yang sebagaimana saya tuliskan. mereka mudah sekali terjamah oleh paham-paham akidah yang sangat kaku sehingga menimbulkan gejolak sosial yang begitu sangat memperihatinkan.
Para mubaligh-mubaligh dari kalangan tersbut ternyata mempunyai konsep dan taktik yang sangat jitu dalam menggalang masa. Mereka memprioritaskan jaminan sosial-ekonomi masyarakat yang terpuruk terhadap masyarakat yang kurang mampu. Oleh karena itu masyarakat merasa terjamin dengan mengikuti paham-paham yang mereka bawa. Alhasil, ketika saya bertanya kepada para penyuluh tersebut, mereka rata-rata mengatakan “kami sudah melakukan yang terbaik untuk membina umat serta memantau perkembangan umat, meskipun belum dikatakan sempurna”, alasan mereka adalah terhambatnya dana yang dikeluarkan oleh pemerintah, kurangnya perhatian pemerintah terhadap instansi-instansi atau lembaga-lembaga yang bergerak dibidang tersebut. Sehingga mau tidak mau mereka kehilangan jejak dan tertinggal jauh dengan para muballigh yang membawa paham “radikal” tersebut”. Berdasarkan dugaan yang mereka dapatkan dilapangan mereka bisa bergerak cepat menggalan massa begitu mudahnya disebabkan tercukupinya biaya akomodasi para mubaligh tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara yang saya dapatkan dari para penyuluh tersebut, alangkah lebih baiknya kalau misalnya para penyuluh yang sudah mempunyai jaringan diseluruh Indonesia melakukan kerjasama dengan MUI sebagai wadah Ulama dan tempat bersandarnya umat untuk mengatasi gejolak yang sudah menjadi penyakit sosial tersebut. Mereka mengusulkan supaya mengadakan halaqoh bulanan atau tahunan dengan para penyuluh di provinsi masing-masing kemudian dirakornaskan guna menemukan jalan keluar bagi masyarakat yang sudah sangat resah ini.
Gafatar, kristenisasi, lahirnya PKI dll, merupakan contoh konkrit yang sudah sangat mengancam masyarakat, umat beragama, umat Islam pada khususnya serta NKRI pada umumnya. Kelompok tersebut mengatasnamakan kelompok sosial kemasyarakatan yang bergerak berdasarkan kebutuhan masyarakat pada saat ini.bila dilihat secara jeli, memang tidak bisa dipungkiri, kemerosotan ekonomi masyarakatlah yang menjadi titik bekunya.
Masyarakat mengimpikan kemakmuran Gafatar mempunyai solusinya. Maka sangat mudah bagi mereka kelompok gafatar untuk menggalang massa yang sangat banyak dengan dokterin yang seakan dibawa masyarakat sejak lahir dalam jangka waktu yang sangat singkat. Kalau ada yang mengatakan paham gafatar sudah sejak lama lahir dan berkembang, saya mengatakan tidak sebanding dengan lama terbentuknya karakter asli masyarakat yang sudah terbentuk sejak dini. Bahkan paham-paham yang dibawa oleh para pendahulu kita Walisongo pada khususnya itu jauh lebih tua umurnya di banding dengan paham-paham yang dibawa oleh kelompok ini. Akan tetapi bagaimana bisa mereka menggalang massa dan mempengaruhi karakter masyarakat begitu cepat bahkan sampai sulit untuk kembali lagi ke karakter aslinya.
Kristenisasi merupakan permasalahan sosial yang perlu juga mendapat perhatian dari kalangan ulama. Hal ini sama persis dengan kasus Gafatar dan kelompok-kelompok yang termasuk kelompok radikal. Mereka menggunakan cara pendekatan secara ekonomi, beda halnya dengan apa yang dilakukan oleh para mubaligh-mubaligh Islam mereka menggunakan pendekatan sosial untuk melakukan dan menggencarkan dakwahnya. Sementara kebutuhan masyarakat tidak menjadi perhatian, mungkin perhatian tersebut ada akan tetapi dengan fasilitas dan keterbatasan secara personal tidak memadai. Oleh karena itu adakalanya ada perhatian penuh dari pemerintah utamanya sebagai payungnya yaitu konstitusi. Sekarang di zaman yang serba instan ini masyarakat kita sangat selektif ketika memilih solusi dalam permasalahan yang dihadapinya, seperti halnya dalam ruang lingkup pangan atau kebutuhan sehari-harinya. Mereka menerjemahkan dengan kondisi yang mereka hadapi saat itu dan tidak lagi percaya dengan embel-embel janji yang tidak tau pasti kapan dan bagaimana bentuknya. Hal inilah yang dilihat oleh kelompok-kelompok radikal bahkan kelompok yang gencar dengan kristenisasinya untuk menjadi one solotion terhadap problematika masyarakat pada saat ini.
Paradigma masyarakat seperti ini bisa menjadi salah satu bahan kajian kita semua terutama masyarakat muslim khususnya para Dai muda sebagai regenerasi daripada para ulama sepuh, sebagai gambaran harus seperti apa dan langkah apa yang akan digunakan untuk menanggulangi kenyataan yang ada pada masyarakat saat ini.
Indonesia merupakan Negara hukum dan demokrasi yang mana landasan hukumnya secara mutlak tidak menolak penyebaran agama manapun asalkan sesuai dengan kaidah dan etika UUD 1945 beserta Pancasila sebagai pedoman dalam berkonsesus di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Siapapun berhak memilih dan memeluk keyakinan masing-masing sebagaimana yang termaktub dalam pasal 29 ayat 1 UUD 1945 tentang kebebasan beragama. Akan tetapi yang menjadi akar masalahnya ialah adanya kelompok-kelompok yang menentang konstitusi Indonesia yaitu UUD 1945 dan Pancasila supaya dirobah menjadi Indonesia yang menggunakan langsung aturan-aturan yang ada pada Alquran dan Sunnah dengan misi mendirikan Daulah Islamiyah. Padahal pada kenyataannya UUD 1945 dan Pancasila merupakan syarah daripada Alquran dan Sunnah yang dikemas sedemikian rupa agar tidak menimbulkan perpecahan didalam ke bhinnekaan. Penduduk Indonesia sangat beragam dari suku, bahasa, budaya, adat dan keyakinan mereka berbeda-beda tetapi tetap satu. Inilah yang menjadi dasar terbentuknnya konstitusi Negara Indonesia sekarang. Setiap kelompok kepercayaan atau agama manapun pastilah memimpikan supaya peraturan yang ada pada sebuah Negara yang ia tinggali menggunakan asas hukum yang ada pada kitab sucinya masing-masing dengan alasan yang berbeda-beda pula.
Negara merupakan gambaran besar bentuk suatu keluarga. Dalam keluarga diperlukan yang namanya seorang pemimpin yang akan menjadi pemandu dalam pemernyatu untuk tetap utuhnya suatu negara. Baik dari sisi terotorial maupun dari ideologi, yakni terbentuknya suatu payung konstitusi sebagai acuan utama dalam bertindak dan menindak didalam suatu Negara. Hal inilah yang merupakan bentuk pemernyatu ideologi bangsa. Dalam sebuah komunitas hampir tidak mungkin untuk mengharapkan keseragaman dalam ber-ideologi. Atas dasar inilah para Founding Father atau bapak pembangunan membentuk dan menerapakna suatu sistem yang bersifat universal demi keutuhan serta terciptanya lingkungan yang kondusif.
Uraian diatas dapat menjadikan gambaran kecil untuk merumuskan bagaimana dan apa yang harus dilakukan oleh Pemerintah dan masyarakat terutama para Da’i dan Mubaligh. Adapun kreteria yang wajib di miliki ialah:
1.      Pembekalan keilmuan yang harus dimiliki oleh da’i
2.      Komunikatif
3.      Kreatif
4.      Solutif
Oleh karenanya  sangat tepat apabila pemerintah khususnya Kementrian Agama RI mengadakan kaderisasi dai muda sebagai garda depan atas tegaknya Islam dah utuhnya Persatuan dan Kesatuan umat pada umumnya serta Syariat Islam dan NKRI pada khususnya. Dan kami dari generasi muda sangat antusias untuk berpartisipasi dan terlibat didalamnya sebagai bentuk dukungan terhadap program yang bersifat mengembangkan Syiar Islam.


Comments

Popular posts from this blog

Pencetus Istilah Radiasi Benda Hitam 1862

Teori Atom Modern

Penemu Samudra Atlantik